BIG BOYS tidak membeli saham mini?
semakin besar dana kelolaan semakin sulit untuk mencari porsi yang pas untuk di investasikan.
Blackrock
memiliki AUM (asset under management) senilai 151rb T yang artinya 8x lebih
besar dari total GDP indonesia di 2021. Jika mereka mengalokasikan investasi
10% di IHSG maka total dana berada di kisaran 15rbT, dengan begitu jika return
investasi mereka double di masa depan, itu hanya berkontribusi sekitar 10%. Tentu
dengan dana kelolaan sebesar setengah dari GDP USA , sangat lah tidak berefek
jika Blackrock membeli saham dengan nilai akuisisi 1T, naik 2 kali lipat Cuma naik
1%, investasi rasa scalping. Bukan mereka tidak mau membeli perusaahan kecil, hanya
saja size yang terlalu besar membuat akuisisi 100% pun tidak berefek di dalam
porsi total dana kelolaan mereka.
Tentunya ini
jadi anugrah untuk ritel investor yang mengelola dana jauh lebih kecil. jika kamu memiliki kelolaan dana 50jt dengan
target memecah menjadi 5 Emiten, maka setiap porsi saham akan memiliki kontribusi
20% terhadap total porto. Maka kamu memiliki potensi profit per emiten sekitar
10jt jika investasimu double dan resiko kerugian 5jt jika kamu denial dan saham
turun 50%. atau dalam presentase, 1 kali rugi besar (50% cutloss) total asset kempes 10%., 1 kali bagger total asset naik 20%. Pun memutuskan ALL IN karena yakin,
pembelian mu tidak akan menimbulkan efek yang signifikan terhadap fluktuasi
harga harian. Meski saham yang kamu beli memiliki transaksi harian hanya 40 jt,
sekali lagi… anugrah bagi ritel investor.
Ritel investor
dengan dana kelolaan dibawah 5M dengan jangka waktu investasi Panjang (>3tahun)
akan sangat mudah berinvestasi di perusahaan yang yang jauh lebih kecil dengan
tingkat growth net income yang lebih cepat. Karena dari data selama 10 tahun
pergerakan harga saham di Indonesia saya memerhatikan rata rata Net Income naik
100% harga 100%++, net income turun 50% harga saham turun 50++. Silahkan lihat
data singkat dibawah
Saham Populer
Emiten |
Net income
awal |
Net income
2022 |
Kenaikan harga |
BBCA |
14T (2013) |
40T(2022) |
+347% (10 tahun) |
SIDO |
415M(2015) |
1,1T(2022) |
+200% (7 tahun) |
ICBP |
2,2T (2013) |
6,3T(2021) |
+61%(8 tahun) |
HMSP |
12T (2017) |
7,1T(2021) |
-79%(4 tahun) |
GGRM |
7,7T(2018) |
5,6T(2021) |
-63%(3 tahun) |
ASII |
19T (2013) |
20T(2021) |
-12%(8 tahun) |
Emiten |
Net income
awal |
Net income
2022 |
Kenaikan harga |
ADES |
52M (2018) |
265M(2022) |
+682% (4 tahun) |
SMDR |
105M(2018) |
2,6T(2022) |
+554% (4 tahun) |
UNIC |
-3M (2015) |
539M(2022) |
+546%(7 tahun) |
berinvestasi di saham saham market cap kecil tentunya memiliki resiko yang tinggi, di karenakan usaha masih dalam fase berkembang, tidak semua usaha bisa menjadi ADES, namun jika kamu menemukan bisnis kecil yang berkembang cepat, maka 10 bagger menunggu di masa depan. seperti pepatah investor legendaris.
Big companies have small moves, small companies have big
moves
-Peter Lynch
Big cap saat ini, dulunya juga pernah ada di fase small dan mid cap. Mudah-mudahan small cap di portfolio, makin berkembang menjadi mid dan big cap!
BalasHapusyoiii. kalau kita bermindset sebagai owner kita jadi menemani usaha dari belum dikenal hingga menjadi market leader. makmur bersama bisnis yang membuat orang lain makmur dengan menyerap tanaga kerja yang banyak.
HapusPenuruan ASII saat ini membuatnya menarik, tapi kita lihat laba Q4 22 nanti.
BalasHapusmenurutku ,nanti akan ada saatnya saham rokok turnaround
BalasHapus