Recap 1 : HRME

Recap episode 1 akan membahas tentang salah satu saham gocap yang tertidur pulas dari tahun 2020 beriringan bersama pandemi covid 19. bergerak di bisnis Perhotelan tentu sangat terdampak dengan adanya pembatasan keramaian yang dimulai pada bulan Maret 2020. dengan dicabutnya status pandemi di akhir tahun 2022, sangat wajar jika ada asumsi asumsi bahwa emiten ini akan recover kinerjanya. Belum lagi PBVnya dibawah  0,5 terlihat undervalue secara aset. namun secara kinerja dari 2019 memang konsisten merugi.

Kerugian yang di alami  HRME adalah dampak dari penempatan investasi di saham affiliasi dan juga hutang bank yang tinggi. dimana tercatat pada laporan keuangan Q3 2023 terdapat hutang kepada BMRI senilai 196 M dan BBKP 33M yang berbuah 11M beban bunga , juga dua entitas affiliasi yang diakui kerugiannya senilai 6M karena kepemilkan saham 30%. Maka akumulasi keduanya senilai 17M. tidak heran gross profit sebesar 64% yang sudah susut menjadi 6% pada Operating Profit, berujung rugi di bottom linenya.

Meski arus kas operasinya positif 18M namun sayangnya 13M dikeluarkan HRME untuk pemberian Piutang kepada  PT Wisesa Wijaya Reality dan PT Satria Balitama, dimana PT Wijaya Wisesa Reality adalah pemberi Utang 32M dan juga merupakan pemegang saham pengendali HRME.

Memang transaksi affiliasi di HRME sangat kental tercatat, bahkan dari pertama IPO. dimana dana IPO 99% dialokasikan untuk membeli saham  PT Wijaya Wisesa Bakti 32M dari PT Wijaya Wisesa Reality, dan Pembelian PT Global Samudra Nusantara 62M dari Twin Investment. Juga Penambahan modal PT Wijaya Wisesa Development 25M.

PT Wijaya Wisesa Bakti merupakan Pengelola Pomelotel. sebuah hotel di tanah milik Patra Jasa dengan BOT (Build Operaton Transfer) yang simplenya, PT WWB yang bangun Gedung dan Operasi , Patra Jasa yang punya tanah dan memberi Izin 20 tahun sejak 22 Juni 2012.

PT Global Samudra Nusantara merupakan jasa pelayaran kapal dengan 3 unit kapal tug dan 3 kapal berge. Untuk yang satu ini memang tidak nyambung, tapi menurut penjelasan prospektus untuk diversifikasi, tapi bagi saya ini sih diworsification melihat penyusutan kapal yang akan membebani operasi dan menyusutkan laba bersih.

PT Wijaya Wisesa Development adalah penggengam  30% saham di Royal Beach Seminyak Bali yang dimiliki PT Satria Balitama.

Tentu dari 3 Hotel dan 1 Jasa Pelayaran akan sangat memberatkan laba rugi emiten yang terlihat di beban penyusutan sebesar 13M yang diwakili mayoritas oleh Kapal 4,9M dan Bangunan 5,6M.

Namun jikalau semua unit usaha HRME sudah recover dan juga kerugian investasinya pulih, maka di harga 50 jika ingin “mengagetkan” market dengan Laba, HRME membutuhkan EPS 10 atau setara Laba 59M. dengan begitu PEnya akan susut menjadi 5 yang diharapkan market merespon sampai PE 10 atau sampai harga 100.

Masalah harga saham terbang ke 100 tanpa fundamental yang mengekor bisa bisa saja, tinggal sebarapa kuat pompom atau mendorong mandiri sahamnya, tetapi jika beracuan laba, maka 59M lah targetnya.

Perlu di ingat pemilik bisnis bisa tetap mendapatkan keuntungan dari gaji dan beban operasi, sedangkan investor hanya berharap capital gain Ketika market euforia atau dividend.

Bila tidak merasa future valuenya realistis, masih banyak saham lain yang bisa di beli, Hotel bukan Cuma HRME

 

 

 

 

 

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Tiki Taka Lionel MSIE

Universitas Negeri Youtube : Fundamental Saham

Cara saya valuasi EAST